“Recover Together, Recover Stronger”: Mengamati Potensi Kerjasama Sektor Pertanian Indonesia-Australia
Ada yang menarik mengenai logo presidensi G20 Indonesia, jabatan kini resmi dipegang Indonesia mulai Desember 2021, menyusul acara serah terima di Roma akhir pekan kemarin.
Para penikmat batik akan mengenali dua motif utama dalam desain logo tersebut: gunungan dan kawung. Menurut Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi, terinspirasi bentuk gunung, motif gunungan melambangkan langkah menuju babak baru, sementara detail geometris kawungan menggambarkan keinginan untuk menjadi berguna bagi sesama. Keduanya menggarisbawahi seruan Indonesia bagi semangat untuk bangkit bersama melalui tema “Recover Together, Recover Stronger”.
Dalam konteks hubungan ekonomi bilateral Indonesia-Australia, pemulihan bersama dan lebih kuat memang menjadi hal yang terdepan dalam hampir setiap diskusi Katalis dengan pemerintah dan komunitas bisnis dari kedua negara. Kerangka kerja Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), yang kini memasuki tahun kedua pelaksanaannya, manawarkan peluang besar bagi Indonesia dan Australia untuk saling memanfaatkan sumber daya yang ada untuk pemulihan dan pertumbuhan yang lebih baik.
Di sektor penting pertanian, baik Indonesia maupun Australia merupakan pemain utama dalam perdagangan agribisnis dunia, masing-masing menyumbang USD 36,5 miliar dan USD 28,5 miliar dari total ekspor produk pertanian pada tahun 2020, di mana Indonesia menempati peringkat ke-11 dan Australia terbesar ke-17 (UN Comtrade & WITS 2021). Kedua negara juga berperan besar sebagai target pasar, di mana Australia mengimpor produk agribisnis senilai USD 18,3 miliar dan Indonesia mengimpor produk agribisnis senilai USD 16,6 miliar.
Mengingat perannya yang vital dalam menyediakan lapangan kerja bagi 29 persen tenaga kerja Indonesia pada tahun 2019, dan kontribusi hampir 13 persen terhadap PDB Indonesia pada tahun yang sama, perluasan sektor pertanian menjadi prioritas pemerintah Indonesia, terutama dalam rangka pemulihan dari pandemi COVID-19. Dibandingkan sektor pertanian Australia yang terdampak besar selama pandemi, Indonesia relatif tangguh dan menikmati pertumbuhan di tengah kontraksi pada sektor industri dan jasa. Saat ini, sektor pertanian memberi kesempatan emas bagi mereka yang kehilangan pekerjaan dikarenakan pandemi dan pulang ke kampung halamannya masing-masing, sementara para pemuda/pemudi juga menumbuhkan ketertarikannya untuk bekerja di bidang pertanian dengan dukungan yang kuat dari program-program pemerintah.
Perdagangan bilateral di sektor pertanian antara Indonesia dan Australia masih memiliki ruang untuk bertumbuh. Ekspor utama pertanian Indonesia ke Australia meliputi olahan kakao, sereal/tepung, tembakau, dan ikan serta hewan air dengan tren yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, ekspor produk pertanian utama Australia ke Indonesia, diantaranya hewan, daging, sereal, produk susu, buah, dan kacang-kacangan, cenderung stagnan pada periode yang sama. Ekspor sereal (terutama gandum) telah turun tajam sejak 2018 dikarenakan kombinasi dari kekeringan di Australia dan meningkatnya persaingan dari negara lain, sementara produk hewani juga menghadapi persaingan yang lebih sengit.
Dengan memiliki akses terhadap perlakuan khusus hasil dari IA-CEPA, kedua negara dapat pulih bersama dan menjadi lebih kuat, bukan hanya dengan memanfaatkan pasar masing-masing, namun dengan memperluas peluang di luar perdagangan bilateral.
Seperti direkomendasikan oleh Centre for Indonesian Policy Studies (2021), akan ada keuntungan yang jauh lebih besar secara ekonomi jika Indonesia dan Australia melihat lebih jauh dari sekedar persaingan dalam hal sumber daya alam, dan mendorong komplementaritas pada tingkat yang lebih terpilah. Kerjasama dalam bentuk ‘powerhouse’ akan mengintegrasikan input Australia ke dalam ekspor agribisnis Indonesia, atau sebaliknya, memungkinkan kedua negara untuk lebih terintegrasi pada rantai nilai global.
Ada alasan tepat untuk ini. Jika kita amati ekspor produk makanan Indonesia dan Australia, terdapat perbedaan besar dalam penawaran mereka—produk yang paling tidak mirip adalah produk mentah, produk yang berhubungan dengan hewan dan olahannya, tanaman mentah dan sayuran dan olahannya, produk penggilingan dan sereal. Di ujung lain spektrum adalah produk yang lebih mirip seperti hasil laut, gula, lemak dan minyak, minuman, olahan sereal dan tepung, dan olahan makanan yang dapat dimakan lainnya.
Mengingat sedikitnya kesamaan produk, kerjasama di bidang agribisnis dapat menguntungkan kedua negara dalam meningkatkan dan memperkuat ekspor mereka. Sebagai contoh, gandum Australia berpotensi menjadi input bagi industri makanan Indonesia, yang kemudian dapat diekspor ke pasar ketiga.
Dengan mengejar kolaborasi ‘powerhouse’ dalam agribisnis, terdapat peluang peningkatan penanaman modal asing dari Australia, yang dalam beberapa tahun terakhir sebagian besar dialokasikan di sektor primer. Mempromosikan dan mengembangkan sektor yang mempekerjakan banyak perempuan juga akan sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. IA-CEPA juga memudahkan peningkatan keterampilan perempuan sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas pekerja di sektor pertanian.
Melalui kerangka kerja bagi peraturan yang lebih baik, penghapusan kebijakan perdagangan non-tarif yang tidak berdasarkan kebutukan kesehatan dan keselamatan, penghapusan kuota, dan informasi yang lebih luas tentang standar dan sertifikasi di sektor pertanian, IA-CEPA menyediakan dukungan nyata bagi perwujudan peluang kerjasama kedua negara.
Menggaungkan tema yang diusung oleh presidensi G20 Indonesia, sekarang adalah momentum bagi kita untuk bergerak maju bersama, lebih kuat.
Muhammad Rizqy Anandhika
Ekonom Perdagangan dan Investasi Katalis