Keterlibatan dalam ekonomi internasional sebagai jalan meningkatkan kapabilitas sektorindustri Indonesia
Oleh: M. Rizqy Anandhika
Op-ed ini diterbitkan di The Jakarta Post pada 16 Juni 2023.
Pendekatan-pendekatan baru yang kuat terhadap pengembangan dan transformasi sektor industri Indonesia dibutuhkan dalam rangka mewujudkan harapan Indonesia untuk menjadi negara berpendapatan tinggi pada momen hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke 100 di tahun 2045. Karakteristik sebuah negara berpendapatan tinggi dapat dilihat dari kemampuan memproduksi berbagai jenis produk dan jasa maju dan canggih. Untuk mencapai level tersebut, diperlukan akses ke barang, jasa, keterampilan, teknologi, dan kecakapan. Ini dapat terwujud dengan cara membuka jalan terhadap perdagangan dan investasi asing serta terintegrasi secara baik dengan rantai nilai regional juga global.
Saat ini Indonesia terus mengembangkan sektor barang dan jasanya, dan secara bertahap membuka diri terhadap perdagangan internasional sejak pandemi Covid 19. Meskipun Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja menerapkan beberapa langkah positif terkait dengan reformasi kebijakan investasi dan perizinan berusaha, masih terdapat beberapa tantangan, termasuk hambatan-hambatan non tarif yang terselubung serta pembatasan di sektor jasa. Aspek-aspek dari lingkungan perdagangan tersebut merasuk di perekonomian Indonesia sehingga menyebabkan dunia usaha Indonesia kesulitan untuk mengakses barang dan jasa berkualitas tinggi dari luar negeri.
Partisipasi Indonesia di rantai nilai global rendah dan telah merosot dalam kurun dua dekade terakhir. Data dari Asian Development Bank memperlihatkan bahwa pangsa impor negara-negara asing di dalam ekspor Indonesia, yang menjadi ukuran sejauh mana Indonesia menggunakan input dari luar untuk memproduksi barang secara lokal dan produk-produk bernilai tambah, adalah sebesar 11% di tahun 2020. Angka tersebut turun dari 14% di tahun 2000. Sementara itu pangsa produk bernilai tambah Indonesia di dalam ekspor negara-negara asing adalah sebesar 21 persen di tahun 2020. Angka ini sedikit banyak tidak berubah sejak 20 tahun lalu (19 persen di tahun 2000). Ekspor Indonesia semakin banyak terdiri dari barang tambang dan komoditas komoditas lain. Pada tahun 2021, empat dari 10 produk ekspor teratas Indonesia adalah bahan baku yang merupakan 50% dari keseluruhan ekspor Indonesia. Angka ini memperlihatkan bahwa Indonesia perlu lebih mengurangi ketergantungan terhadap ekspor bahan baku dan perlu lebih berfokus pada variasi atau ragam produk yang lebih canggih. Hal inilah yang menjadi karakteristik dalam perekonomian negara berpendapatan tinggi.
Indonesia dapat mengambil langkah guna mewujudkan hal tersebut. Salah satunya dibahas di dalam pertemuan negara-negara B20 yang diadakan di Bali pada November 2022, dalam diskusi antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, yaitu kemungkinan kemitraan komersial lintas batas. Ini mencakup kemitraan untuk meningkatkan akses industri baterai kendaraan listrik Indonesia ke penyediaan litium dari Australia. Indonesia memiliki suplai nikel dalam negeri yang melimpah untuk kendaraan listrik, namun 40% dari suplai litium global berasal dari Australia. Kemitraan lintas batas dapat memungkinkan para produsen kendaraan listrik Indonesia memperoleh akses yang lebih mudah ke baterai litium Australia, sehingga dapat mendukung daya saing dan usaha Indonesia dalam memproduksi lebih banyak baterai untuk kendaraan listrik yang lebih canggih di Indonesia.
Indonesia dapat mengambil langkah serupa untuk mengakses teknologi dan sumber daya asing karena pembuatan produk-produk canggih membutuhkan keterampilan, kecakapan, dan jasa sebanyak yang dibutuhkan, bahkan lebih daripada, produksi bahan baku. Contoh yang dapat diambil adalah pada produksi telepon genggam dan pesawat udara berteknologi tinggi. Agar dapat menjadi kompetitif secara internasional, pembuatan kedua produk tersebut membutuhkan penelitian dan pengembangan serta desain dan input pengetahuan yang sering bersumber dari negara-negara lain di seluruh dunia.
Alih-alih fokus pada komoditas, fokus pada jasa dan keterampilan untuk mendukung transformasi industri dapat lebih meningkatkan ketahanan ekonomi. Komoditas dapat menyusut dalam waktu satu dekade, namun keterampilan yang dimiliki serta adaptif dapat bermanfaat dan diberikan kepada angkatan kerja yang lebih muda dan juga bisa terus ditingkatkan.
Selain itu, perspektif keterampilan untuk meningkatkan dan mendiversifikasi produk serta jasa dapat bermanfaat bagi kerjasama lintas pemerintah dan koordinasi dunia usaha, serta mendukung pengambilan pendekatan yang lebih holistik dan inklusif.
Pendekatan berbasis keterampilan yang lebih luas memerlukan dukungan sistem pendidikan yang mampu memberikan keterampilan teknis yang siap dimanfaatkan oleh industri serta memerlukan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan kejuruan dan lainnya, termasuk dari para mitra dan penyedia keterampilan internasional. Kesuksesan yang diperoleh Malaysia di era 80-an memperlihatkan bagaimana pentingnya Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Kejuruan (PPTK), yang disertai dengan fokus kuat pada bidang keteknikan, perdagangan, dan jasa yang bermanfaat untuk meningkatkan kapabilitas sektor industri.
Pada bidang keterampilan, pendekatan proaktif dan positif yang dilakukan Pemerintah Indonesia memperlihatkan keterhubungan dengan Australia. Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Australia (IA CEPA) memberikan penekanan kuat terhadap mobilitas dan pertukaran keterampilan kedua Negara. Kerjasama ini khususnya membantu dunia usaha Indonesia, baik usaha kecil dan besar, untuk mengatasi kesenjangan keterampilan melalui dukungan dari dan akses yang lebih baik ke para penyedia keterampilan dan jasa pendidikan Australia. Manfaat dari perjanjian internasional ini dapat menjadi stimulasi untuk pertukaran pendidikan dan keterampilan serta mendukung peningkatan kapabilitas sektor manufaktur dan industri. Ini juga dapat diterapkan dan ditiru dalam perjanjian dengan para mitra perdagangan dan investasi lainnya.
Kesuksesan pelaksanaan G20 di tahun 2022 menunjukkan kemahiran Indonesia dalam memajukan dialog ekonomi dan politik global secara berkesinambungan. G20 menjadi pondasi bagi peran Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun ini dan untuk pertemuan tingkat tinggi ASEAN yang diselenggarakan di Labuan Bajo dengan tema, “Episentrum Pertumbuhan”. Dalam rangka mewujudkan aspirasi untuk menjadi negara berpendapatan tinggi di tahun 2045, Indonesia harus meningkatkan keterlibatan internasionalnya terhadap akses ke input barang dan jasa yang lebih mudah, keterampilan, teknologi, dan pengetahuan agar lebih banyak memberikan manfaat untuk dunia usaha. Hal ini dapat dipertimbangkan sebagai sebuah investasi selama beberapa dekade ke depan.
M. Rizqy Anandhika adalah ekonom di Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) Economic Cooperation Program, Katalis. Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini merupakan pemikiran penulis sendiri dan tidak mencerminkan pandangan pemerintah Indonesia atau Australia.