Penyandang Disabilitas dan Bisnis Inklusif
Banyak penyandang disabilitas memiliki kemampuan yang belum tergali optimal. Dari perspektif industri, menggandeng penyandang disabilitas akan berkontribusi terhadap keragaman dan kreativitas yang lebih tinggi dalam dunia kerja, dan merupakan tawaran bisnis yang menarik. Dalam blog ini, Penasihat GESI Katalis Yulia Immajati mengajak lebih banyak perusahaan dari sektor swasta untuk lebih berani merangkul konsep inklusi.
Berbagai literatur tentang aksesibilitas mengingatkan tentang hal-hal sensitif, atau bahkan ketidakpastian, mengenai penyandang difabel atau orang dengan kemampuan berbeda, atau yang secara internasional dikenal dengan para penyandang disabilitas. Ada banyak institusi yang mengeluarkan petunjuk mengenai cara komunikasi yang tepat menyangkut kaum disabilitas. Meski ada perbedaan di sana-sini, semuanya setuju bahwa fokus semestinya ada pada kemampuan mereka, bukan ketidakmampuan.
Memang benar, penyandang disabilitas punya kemampuan yang menjadikan mereka sumber keterampilan dan talenta yang belum tergali. Dari perspektif industri, mengikutsertakan mereka sebagai tenaga kerja akan mendukung keragaman dan kreativitas, serta merupakan strategi bisnis yang baik.
Mari kita mulai dengan melihat contoh di bidang ekonomi kreatif seni.
Musik klasik dikenal sebagai budaya kelas atas, dikaitkan dengan tradisi panjang dan seperti layaknya seni rupa, dianggap bernilai tinggi dan penting. Para penggemar musik klasik tentu menikmati kontribusi komposer dan pianis Jerman awal abad ke-19 Ludwig van Beethoven, yang walaupun memiliki masalah pendengaran (bahkan belakangan kehilangan kemampuan mendengar), mampu menulis karya musik yang hebat, termasuk karyanya yang terkenal Symphony No. 5.
Disebut salah satu seniman terbaik dalam generasi ini, Andrea Bocelli adalah penyanyi tenor paling terkenal di dunia dan merupakan seniman terlaris yang secara unik menggabungkan musik opera dan pop, dan memiliki nilai bersih 100 juta dolar. Ia juga memiliki gangguan penglihatan, dan telah didiagnosa dengan congenital glaucoma sejak usia lima bulan.
Ada banyak lagi contoh seniman hebat dari kalangan penyandang disabilitas, dari penyanyi dan pengarang lagu Stevie Wonder sampai pelukis Meksiko Frida Kahlo. Di kawasan ini, pelukis kontemporer Michelle Teear secara cemerlang merayakan semangat serta karakter lanskap dan masyarakat Australia melalui karya-karyanya. Seniman visual Indonesia Hana Alfikih terkenal melalui lukisan-lukisannya yang memvisualisasi bipolar disorder yang diteritanya. Studio A di Sydney atau Dramaturgi Skizoferni di Jakarta merupakan contoh bagus beberapa langkah menuju ekonomi kreatif yang inklusif.
Statistik global menunjukkan peningkatan populasi penyandang disabilitas. Menurut WHO, saat ini jumlah kaum disabilitas lebih dari satu miliar, dan 20 persen di antara mereka memerlukan alat bantu atau bantuan dari orang lain. Lebih lanjut, UNICEF mencatat bahwa 1 dari 10 anak di dunia memiliki disabilitas dan bahwa kemungkinan mereka tidak menikmati pendidikan sekolah 49 persen lebih tinggi. Situasinya makin parah terkait populasi paling rentan, terutama perempuan.
Di Indonesia, prevalensi disabilitas meningkat tajam sejak tahun 2009, dengan lebih banyak kasus di kalangan perempuan baik di kawasan urban maupun pedesaan (UN 2016). Hampir separuh penyandang disabilitas tercatat sebagai pekerja. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, di antara mereka ada sekitar 2.4 juta orang yang mengalami ASD (autism spectrum disorder), dengan penambahan 500 kasus baru per tahun.
Angka-angka di atas merujuk perlunya sejumlah prioritas.
Mengadopsi kebijakan dan praktik yang mendukung secara menyeluruh. Apapun industrinya, kebijakan dan praktik perusahaan perlu menjamin akses dan sumber daya untuk mendukung penyandang disabilitas dalam menjalankan tugas. Ini memerlukan komitmen kuat dari pemimpin bisnis untuk mengubah kebijakan menjadi aksi. Dialog publik-swasta untuk kebijakan yang mendukung juga akan membantu.
Menciptakan akses dan peluang yang saling menguntungkan. Dengan melihat potensi kaum disabilitas sebagai segmen pasar, ada kebutuhan yang meningkat untuk mengintegrasikan teknologi penunjang dalam keseharian, seperti pada berbagai platform digital. Ketersediaan produk penunjang berkualitas tinggi masih rendah, dan masih bergantung pada impor. Katalis berminat untuk mengidentifikasi peluang bekerja sama dengan usaha rantai pasok, dengan dukungan pemerintah Australia dan Indonesia, untuk memperbaiki akses ke produk penunjang dengan harga terjangkau.
Meningkatkan jumlah pendidik dan pelatih dengan latar belakang pendidikan inklusif. Mengingat tingginya tingkat pengangguran dan kemungkinan anak usia sekolah tidak mengenyam pendidikan, penyediaan materi, baik keterampilan maupun pendidikan reguler, akan meningkatkan kualitas tenaga kerja. Dari perspektif kesehatan, pendidikan inklusif sering direkomendasikan sebagai bagian terapi fundamental bagi anak dengan autisme. Karenanya, peningkatan jumlah pengajar dan pelatih yang berkapasitas memberikan pendidikan inklusif, dan sensitif terhadap kebutuhan yang berbeda antara anak perempuan dan laki-laki, merupakan langkah strategis.
Mendukung infrastruktur fisik. Penelitian menunjukkan, infrastruktur fisik yang ramah anak terkait dengan tingginya pendaftaran, kehadiran, dan kelulusan anak, bahkan pencapaian akademis. Selain meningkatkan keterampilan pengajar dan pelatih, institusi juga perlu menjamin fasilitas pendidikan yang menunjang bagi anak dengan disabilitas. Begitupun dengan fasilitas penitipan anak dan panti wreda.