Mempersiapkan perawat-perawat Indonesia untuk jasa layanan kesehatan global
Oleh: Lisa McKenna dan Robert Herdiyanto
Op-ed ini diterbitkan di The Jakarta Post pada 7 Maret 2023.
Para perawat di sektor pelayanan kesehatan merupakan pahlawan tanpa tanda jasa selama pandemi Covid-19. Peran mereka amatlah penting serta meningkat secara signifikan karena mereka merupakan kelompok terbesar dari penyedia jasa layanan kesehatan.
Sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, perawat merupakan pihak terdepan yang memberikan layanan perawatan yang berkualitas kepada para pasien. Perawat juga menjadi perantara dan menolong pasien ketika pasien menginginkan advokasi kesehatan.
Seiring perkembangan dan meningkatnya penyakit-penyakit kronis serta penyakit penyerta, dan peningkatan populasi Lanjut Usia, permintaan akan jasa profesional kesehatan juga turut meningkat. Hal ini pulalah yang mendorong peningkatan kompetisi dalam perekrutan perawat di antara para penyedia jasa kesehatan, baik di dalam negeri maupun lintas batas dari satu negara ke negara lain.
Indonesia, sebuah negara yang terkenal dengan kekayaan sumber daya alamnya, juga diberkati dengan sumber daya manusia yang berlimpah. Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SI SDMK) Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa terdapat 557.000 perawat di seluruh wilayah Indonesia berdasarkan data yang diperoleh per Februari 2023. Hal tersebut memperlihatkan rasio perawat di Indonesia yaitu 2:1000, dimana dua perawat dapat melayani 1000 penduduk.
Lebih lanjut, menurut sebuah laporan di tahun 2020, Kementerian Kesehatan memperkirakan bahwa Indonesia akan terus mengalami surplus jumlah perawat dalam beberapa tahun mendatang meski hal ini tidak terlepas dari distribusi perawat yang tidak merata di seluruh negeri. Selain itu, berdasarkan temuan di beberapa laporan, banyak lulusan dari sekolah keperawatan masih kesulitan mendapatkan pekerjaan. Jika Indonesia dapat mengatasi isu distribusi secara baik dan menjaga rasio antara perawat dan penduduk saat ini, jumlah perawat yang akan dimiliki Indonesia dalam beberapa tahun mendatang dapat merepresentasikan sumber ekspor baru yang signifikan.
Selama periode 2015-2020, hampir 6.500 perawat Indonesia berhasil memperoleh pekerjaan di berbagai rumah sakit dan klinik di negara-negara Asia Timur dan Timur Tengah. Menurut Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI, permintaan dari negara-negara lain ikut bertambah. Angka tersebut dapat ditingkatkan terlebih jika melihat perbandingan dengan negara-negara Asia Tenggara lain seperti Filipina, yang mengirimkan sekitar 300.000 tenaga kesehatan atau perawat mereka ke luar negeri berdasarkan data per Desember 2021.
Di luar dari sumber daya alamnya yang melimpah dan dilihat sebagai manfaat absolut di mata dunia, sumber daya manusia Indonesia perlu lebih ditingkatkan dan direncanakan secara mendalam. Dalam hal ini, Australia, negara maju tetangga terdekat dengan Indonesia, dianggap dapat memberikan pelatihan di bidang kesehatan yang baik dalam rangka mendorong Indonesia masuk ke pasar ekonomi yang lebih canggih dan maju.
Sebagai bagian dari Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Australia atau IA-CEPA, kedua negara telah sepakat untuk saling meningkatkan dan memperkuat kemitraan di sektor kesehatan. Ini dilakukan melalui berbagai kegiatan yang akan memperkuat standar dan juga daya saing jasa profesional kesehatan pada sektor kesehatan.
Terlepas dari kedekatan antara Indonesia dan Australia, baru ada beberapa kegiatan atau kolaborasi yang mengeksplorasi layanan dan pendidikan keperawatan yang dilakukan oleh organisasi keperawatan profesional dan para penyedia jasa keperawatan. Studi yang dilakukan oleh program kerjasama ekonomi IA CEPA Katalis mengenai Penilaian Komparatif terhadap Standar Keperawatan di Indonesia dan Australia merupakan contoh kegiatan pertama yang menjadi landasan bagi peningkatan kolaborasi bilateral terkait standar kesehatan antara kedua Negara tersebut.
Penilaian komparatif terhadap sistem dan standar pendidikan keperawatan di Indonesia dan Australia mencakup analisis gap awal dan juga wawancara serta lokakarya yang dilakukan baik di Indonesia dan Australia. Hasil dari penilaian tersebut menemukan banyak peluang potensial untuk kolaborasi yang lebih besar dan kebutuhan terhadap ekuivalensi yang juga lebih besar untuk persiapan pendidikan keperawatan sebagai faktor utama yang menjamin penyediaan jasa kesehatan yang responsif dan berkualitas tinggi.
Di bidang pendidikan misalnya, studi ini menemukan adanya persamaan pada proses pemerolehan akreditasi untuk program pendidikan keperawatan. Sementara, perbedaannya terletak pada kurikulum program pendidikan tinggi keperawatan di Indonesia dan Australia. Di Australia, pengajaran menjadi alat yang digunakan untuk mencetak perawat-perawat yang lebih memiliki fokus yang kuat terhadap praktik-praktik keberagaman dan kebudayaan alih-alih fokus pada tujuan spesialisasinya. Sementara di Indonesia, kurikulum pengajaran lebih menekankan pada jam terbang praktik-praktik klinis dan lebih berfokus pada praktik spesialisasinya serta pada proyek semester akhir. Studi ini juga menemukan bahwa terdapat potensi untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan khusus yang membutuhkan pendidikan pasca sarjana di bidang keperawatan.
Dalam hal registrasi keperawatan, terdapat perbedaan yang signifikan terkait dengan praktik dan perpanjangan izin keperawatan. Namun, kedua Negara menghadapi isu yang sama terkait dengan proses registrasi kualifikasi perawat internasional yang mungkin dapat diatasi melalui pendekatan bersama.
Hasil dari pengamatan terhadap standar praktik yang mempengaruhi pendidikan keperawatan adalah kedua Negara menghadapi tantangan yang sama dalam hal penyediaan pendidikan dan praktik keperawatan di daerah pedesaan dan terpencil. Selain itu ditemukan juga bahwa perawat-perawat Indonesia lebih sering mengerjakan peran-peran yang umum sementara perawat-perawat Australia lebih sering mengerjakan pekerjaan yang lebih terspesialisasi. Tidak seperti di Australia, peraturan terkait dan perlindungan hukum bagi perawat di Indonesia masih dirasa kurang, sehingga ini dapat menjadi landasan untuk memperkuat kurikulum dan lulusan sekolah keperawatan di Indonesia.
Prioritas Indonesia adalah meningkatkan dan memperbaiki akses ke jasa layanan kesehatan dan jasa-jasa terkait. Oleh sebab itu, mengatasi isu-isu terkait keterampilan dan kompetensi perawat-perawat Indonesia melalui pemanfaatan standar-standar keperawatan Australia dapat menjadi langkah tepat untuk perbaikan di masa mendatang. Baik Indonesia dan Australia akan terus melanjutkan kerjasama yang lebih erat di sektor kesehatan.
Jalan yang ditempuh mungkin terjal, namun tidak ada kata terlambat untuk mulai melakukannya.
Professor Lisa McKenna, Dekan School of Nursing and Midwifery di La Trobe University, Australia, dan Robert Herdiyanto, Ekonom Senior di Program Kerjasama Ekonomi IA-CEPA Katalis, adalah pimpinan studi ini.