BLOG

04 September 2025

Menerobos pasar Australia dengan kelor

Oleh: Robert Budianto, Agrifood, Agriculture, Agri-tech Adviser, Katalis

Jika ada sisi positif dari kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump, maka itu adalah dorongan bagi setiap negara untuk mengembangkan strategi ekspor alternatif. Dalam konteks ini, Australia menghadirkan peluang yang menjanjikan bagi Indonesia.

Selain komoditas umum seperti mangga, pisang, atau jeruk, kini muncul tren meningkatnya minat terhadap buah dan sayuran tropis eksotis asal Indonesia. Fenomena ini didorong oleh populasi multikultural Australia yang semakin tertarik pada pengalaman kuliner baru—khususnya yang menonjolkan rasa unik dan nilai kesehatan. Gaya kuliner Asia kini mendominasi permintaan pasar dan tak lagi terbatas pada ceruk tertentu, melainkan telah menjadi arus utama. William Wongso, pakar kuliner dan chef ternama Indonesia, menyebut tren ini sebagai “Asianisasi cita rasa Australia” dalam perbincangannya di The Katalis Podcast.

Buah dan sayuran eksotis Indonesia, kaya antioksidan, vitamin, dan serat, merupakan potensi unggulan yang belum dimanfaatkan sepenuhnya. Seperti Thailand dan Malaysia, Indonesia memiliki peluang besar menjadikan komoditas ini sebagai keunggulan kompetitif. Di tengah kondisi perdagangan global yang tidak menentu, diversifikasi pasar bukan hanya strategi bijak, tetapi keharusan demi ketahanan, daya saing, dan pertumbuhan jangka panjang. Pasar bernilai tinggi seperti Australia kini semakin relevan untuk digarap.

Salah satu contoh nyata adalah ekspor perdana kelor (moringa)—daun herbal yang dijuluki 'superfood'—dari Madura, Jawa Timur, ke Coomera, Queensland pada kuartal pertama 2025, yang dijembatani Katalis. Meski volumenya masih terbatas, respon positif dari konsumen menunjukkan potensi kuat untuk mengisi celah impor dari India dan Polandia, dengan total nilai pasar mencapai USD 100 juta per tahun (Tridge.com).

Komoditas menjanjikan lainnya adalah durian beku. Buah ikonik Asia Tenggara ini telah hadir di berbagai lemari es rumah tangga di Australia, dalam bentuk daging durian beku Musang King dari Malaysia, durian utuh beku dari Thailand dan Vietnam, serta produk asal Davao, Filipina, yang mulai masuk sejak tahun 2021. Sebagai salah satu produsen durian terbesar di kawasan, sudah waktunya saatnya eksportir Indonesia menggarap pasar Australia secara lebih serius.

Protokol biosekuriti Australia yang dikenal sangat ketat diberlakukan secara setara untuk semua produk, tanpa memandang asal negaranya. Jika negara lain mampu menembus pasar Australia, maka Indonesia pun seharusnya bisa. Tantangannya bukan pada kemampuan, melainkan pada kesiapan, ketekunan, dan pemanfaatan momentum. Begitu sebuah produk berhasil masuk, kesuksesannya akan ditentukan oleh selera pasar—dan pada akhirnya, konsumenlah yang menentukan produk mana yang bertahan dan berkembang. Karena itu, langkah awal dalam memperkenalkan produk atau layanan, serta inovasi secara berkala, menjadi sangat krusial.

Ambil contoh durian. Varietas Mon Thong yang tumbuh di lereng Tabanan, Bali, memiliki karakter rasa yang berbeda dengan Mon Thong dari perkebunan Chanthaburi, Thailand. Entah itu karena rasa yang lebih manis, gurih, atau aroma yang sedikit berbeda, lokasi tumbuh durian memberikan pengaruh yang khas. Nuansa inilah yang dapat menjadi daya tarik bagi segmen konsumen yang mencari pengalaman baru.

Peluang juga terbuka lebar bagi produsen kakao Indonesia. Sebagai bagian dari komitmen Katalis untuk memperkuat integrasi pasar Indonesia-Australia, kami mendorong peningkatan nilai tambah kakao Indonesia melalui penguatan rantai pasok di sektor pertanian. Baru-baru ini, kami menerbitkan laporan riset pasar mendalam tentang industri kakao dan cokelat di kedua negara. Kami juga memfasilitasi kunjungan pengembangan pasar bagi pelaku industri dan koperasi ke Melbourne—kota yang menjadi pusat pecinta kopi dan cokelat di Australia.

Jika Indonesia serius ingin menggali potensi pasar Australia, maka pelaku ekspor perlu memperkuat pemahaman dan penerapan standar terkait keamanan pangan, keberlanjutan, dan ketertelusuran produk. Australia merupakan salah satu negara dengan sistem biosekuriti dan regulasi impor paling ketat di dunia. Oleh karena itu, menjaga kualitas dan daya tahan produk—terutama buah-buahan—merupakan tantangan yang harus diantisipasi dengan teknologi, sistem, dan kepatuhan yang mumpuni.

Buah-buahan yang diekspor ke Australia sering kali harus melalui proses kimia atau fisik untuk menghilangkan hama seperti tungau laba-laba dan kutu putih, yang berpotensi mengancam keanekaragaman hayati lokal. Tanaman aromatik kering seperti herba adalah contoh komoditas yang memerlukan penanganan ekspor yang sangat hati-hati. Meskipun langkah ini penting untuk menjaga ketahanan hayati Australia, proses tersebut dapat secara tidak langsung mengurangi masa simpan produk dan meningkatkan risiko bagi eksportir.

Saat protokol biosekuriti, rantai logistik dingin, dan kuota impor menimbulkan tantangan tersendiri, Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA)—dengan dukungan program Katalis—telah membuka peluang nyata bagi eksportir pertanian Indonesia. IA-CEPA menetapkan tarif nol untuk ekspor produk pertanian dan manufaktur Indonesia ke Australia. Dengan kemudahan tarif ini, fokus kini bisa diarahkan pada perluasan ekspor produk olahan bernilai tambah seperti herba kering, daun teh, serta buah-buahan beku dan kering—komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Australia dan potensi pengolahan domestik yang kuat di Indonesia.

Tentu masih banyak tantangan yang harus diatasi, namun kemajuan sejauh ini menjanjikan. Contohnya, antusiasme konsumen di Queensland terhadap kelor asal Indonesia menunjukkan bahwa pasar Australia siap untuk lebih banyak produk tropis berkualitas.

Daya tarik Australia bukan hanya sebagai pasar ekspor premium, tetapi juga sebagai pintu masuk untuk memperkenalkan budaya kuliner Indonesia yang dinamis. Melalui perdagangan buah dan sayuran, pelaku usaha Indonesia tidak hanya memperkuat ketahanan pangan regional, tetapi juga berkontribusi langsung dalam mempererat hubungan antara Indonesia dan Australia.

Robert Budianto adalah Adviser bidang Pertanian, Agrifood dan Teknologi Pangan di Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) Economic Cooperation Program Katalis.

Our goal is to maximise IA-CEPA benefits for Indonesia and Australia: improved market access, increased two-way trade and investment, and inclusive economic growth in Indonesia.

Subscribe to our newsletter

© Copyright IA-CEPA ECP Katalis

Our goal is to maximise IA-CEPA benefits for Indonesia and Australia: improved market access, increased two-way trade and investment, and inclusive economic growth in Indonesia.

Subscribe to our newsletter

© Copyright IA-CEPA ECP Katalis

Our goal is to maximise IA-CEPA benefits for Indonesia and Australia: improved market access, increased two-way trade and investment, and inclusive economic growth in Indonesia.

Subscribe to our newsletter

© Copyright IA-CEPA ECP Katalis

Our goal is to maximise IA-CEPA benefits for Indonesia and Australia: improved market access, increased two-way trade and investment, and inclusive economic growth in Indonesia.

Subscribe to our newsletter

© Copyright IA-CEPA ECP Katalis